Rabu, 11 April 2018

Mojokerto Punya Cerita:Jejak Berdirinya Madrasah Pertama Di Kota Mojokerto (MI-AL MUHSINUN,Kelurahan Kauman Kota Mojokerto,Berdiri Tahun 1926).

MOJOKERTO KOTA-Keberadaan lembaga Pendidikan Islam yang dikenal sebagai Madrasah telah lama ada di Mojokerto.Namun,dibalik pendirian Madrasah yang dilakukan para kyai itu bermula sebagai bentuk oposisi terhadap sistem pendidikan oleh penjajah Belnda.Dengan membuat lembaga pendidikan Madrasah,maka anak-anak Muslim Mojokerto & sekitarnya memiliki kesempatan mengenyam pendidkan formal.Pada zaman penjajahan,sekolah Belanda memang bersifat diskriminatif sebab tidak semua anak bisa menjadi siswanya,seperti yang di terapkan di Europsche Lerge School (ELS).Sekolah yang pertama didirikan di Mojokerto ini hanya menerima murid berkebangsaan Eropa,Timur Asing, & anak priyayi saja.Letak sekolah tersebut berada di depan Kantor Bupati Mojokerto atau yang sekarang menjadi SMPN 2 Kota Mojokerto,Jalan Achmat Yani,Kota Mojokerto.Pada suatu ketika,beberapa kyai berkumpul untuk membahas kondisi pendidikan.Para ulama sadar bahwa bila diskriminasi pendidikan tetap dibiarkan,maka anak-anak muslim akan tergusur zaman.Pertemuan itu yang mengawali pendirian Madrasah pertama di Kota Mojokerto.Sebenarnya ,pemerintah Belanda telah membuat kesempatan kepada pribumi untk mengenyam pendidikan barat.Kendati demikian,pemberian kesempatan itu tidak lebih dari peneguhan upaya kolonialisme modern.Tenaga pengajar itu tidak bisa di penuhi oleh orang asing semata.Untuk itu,perlu merekrut orang pribumi yang sebelumnya telah dihegomoni pikirannya.Melihat fenomena diskriminatif tersebut,para kyai di Mojokerto menjadi prihatin,karena kalangan santri tidak bisa mengenyam pendidikan yang sama dengan golongan priyayi.Selain itu,tokoh muslim juga melihat bahwa jika ada santri yang masuk ELS maka akan dikhawatirkan hilang sikap kesantriannya.Disisi lain,dibutuhkannya sekolah formal bertujuan agar nantinya para santri mampu bersaing dengan golingan lainnya,karena selain mengajarkan kurikulum pesantren,di Madrasah juga mengajarkan pengetahuan umum.Sekitar tahun 1926,berdirilah sebuah Madrasah untuk pertama kalinya di Mojokerto.Pada awal pendiriannya,kegiatan pendidikan Madrasah mengambil tempat di sebuah Musholla Kyai Zainal Alim lokasinya berada di Lingkungan Suronatan,Kelurahan/Kecamatan Magersari Kota Mojokerto.Dipilihnya tempat tersebut karena belum memiliki gedung sendiri.Tak hanya itu,pengajarnya dilakukan oleh ulama & kyai lulusan pesantren untuk bidang Agama bahlan tak jarang pula di bantu oleh santri yang memiliki pengetahuan umum.Hanya dengan memanfaatkaan bangunan Musholla & teras rumah menunjukkan bila Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) itu sangat sederhana.Kyai Zainal Alim mampu mengelaborasi pendidikan formal bagi generasi penerus Islam agar tidak tertinggal zaman.Rupanya,Madrash itu mampu menyedot animo masyarakat yang cukup tinggi,jumlah murid terus berdatangan dari berbagai penjuru Mojokerto hingga serambi Musholla & rumah Kyai Zainul Alim tidak mampu lagi menampung siswa,kondisi itu kemudian mendesak untuk mencari tempat yang lebih luas.Maka dilakukanlah pertemuan membahas keberlangsungan Madrasah dengan mengundang tokoh Mojokerto.dari pertemuan itu,di sepakati untuk membangun gedung sekolah dengan cara gotong royong.Kebutuhan lahan Madrasah didapat dari wakaf pemberian H.Muhsinun,di Kelurahan Kauman,Kecamatan Prajurit Kulon.Lokasi tanah wakaf dinilai sangat strategis karena berada di belakang Masjid Jami' Alun-alun Kota Mojokerto.Dengan kebersamaan kalangan Muslim,maka Madrasah itu dapat terselesaikan.Madrasah yang tidak jauh dari sekolah Belanda itu seolah menegakan,bahwa umat Islam Mojokerto bisa pintar walau tidak mendapat pengajaran guru Belanda.para Kyai Mojokerto sanggup mendidik santri untuk hidup mandiri dengan keyakinan & sifat keagamaan.Madrasah menjadi bentuk sikap opososi para Kyai terhadap penjajahan Belanda saat itu.Untuk menghormati Muhsinun yang telah mewakafkan tanahnya,maka Madrasah itu dinamakan Al-Muhsinun.hampir genap 92 tahun Madrasah legendaris itu masih berdiri & menjadi salah satu sekolah favorit bagi kalangan Muslim Mojokerto.


                                          *Sempat dianggap sekolah liar*
Perkembangan dunia pendidikan tidak bisa lepas dari kepentingan politik.Pemerintahan Hindia Belanda kemudian mendirikan sekolah yang di peruntukkan bagi kelas jelata,namun karena keterbatasan anggaran,pada akhirnya pemerintah kolonial memperbolehkan pendirian sekolah oleh swasta yang didirikan olh para Kyai Mojokerto.Lembaga pendidikan milik Nadratul Ulama (NU) itu menjadi cikal-bakal Madrasah sejenisnya di Mojokerto.Dalam perjalanannya,kehadiran sekolah partikelir tidak mampu dikontrol sepenuhnya oleh aparat penjajah sehingga pemerintah Hindia Belanda membuat ordinasi atau peraturan yang dinamakan ordonasi pengawasan sekolah.Kolonial Belanda menganggap bahwa sekolah Bumiputera telah menyimpang dari kebijakan penjajah.Kemudian sekolah partikelir dianggap liar jika tidak mendaftarkan diri pada pemerintah kolonial.Pada aturan itu,sekolah yang mendaftarkan diri akan di beri subsidi setelah menyelaraskan materi pengangkatannya seperti keinginan Belanda.Namun,seluruh Madrasah NU tidak melaporkan pendiriannya karena tidak mengharap adanya subsidi.para Kyai juga tidak ingin Madrasah dengan corak agama kemudian berubah menjadi Volkscool atau sekolah rakyat yang dikontrol oleh Pemerintah.Merasa ordonasi sekolah liar tidak digubris,pemerintah Kolonial kembali membuat aturan baru yakni ordonasi guru.Dalam aturan itu,seorang guru wajib melaporkan apa yang akan dikatakannya,serta berapa jumlah anak didiknya.Data tersebut kemudian dilaporkan pada Bupati yang nantinya akan mengeluarkan izin mengajar di daerahnya.Ordonasi guru bukan hanya di terapkan pada sekolah formal,tetapi juga berlaku pada pengajar di pesantren atau Musholla.karena itu,ordonasi guru ini menuai reaksi keras dari para ulama karena dianggap menghambat pertumbuhan agama Islam.Ternyata,ordonasi tersebut rupanya masih tidak dihiraukan oleh lembaga pendidikan & guru sekolah Bumiputera.Tak kehabisan akal,Belanda kembali menerapkan peraturan untuk menentukan materi pelajaran yang boleh & tidak boleh diajarkan.Penjajah menelurkan aturan itu demi menjaga kualitas sekolah sehingga lulusannya memiliki standar pengetahuan termasuk dalam aturan adalah batasan ijasah yang harus dimiliki oleh seorang guru.Sekolah yang kurikulum & juga gurunya tidak berijazah di sebut sekolah liar.Pada aturan kerangka yang di kenal dengan sebutan Wildscolen Ordonantie itu maka Madrasah Al Muhsinun termasuk diantaranya.Namun,sama seperti ordonasi sebelumnya,para Kyai tidak menghiraukannya walaupun tidak memiliki izin & gurunya tidak meemasang ijazah,namun Madrasah itu tetap mendapatkan kepercayaan dari masyarakat Mojokerto.Madrasah itu menjadi cikal bakal Madrasah sejenisnya di Mojokerto.Bahkan,ketika penjajah mengeluarkan mengeluarkan larangan menyanyikan lagu Indonesia Raya,para pengajar Madrasah Al-Muhsinun menyiasati dengan mengubah syairnya ke dalam Bahasa Arab.Dengan cara itu,penanaman benih nasionalisme pada siswa Madrasah tetap dilakukan.Lagu itu di beri judul : INDONASIYA ADHIM dengan siasat itu,pegawai penjajah tidak bia meelarang karena mereka tidak paham Bahasa Arab.Sementara itu,tidak banyak penungggalan sejarah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Muhsinun.Hampir seluruh sudut bangunan & ruangan keelas telah dilakukan rehabolitasi.Saat ini,MI AlMuhnsinun menampung sebanyak 442 siswa dari total jenjang kelas 1-6.Kepaala MI Al-Muhsinun Jumanah,menambahkan meski telah berdiri 92 tahun silam,ada satu tradisi yang masih bertahan hingga saat ini.Di Madrassah masih ditetapkan kebijakan hari libur pada hari Jumat.Hal itu cukup berbeda dengan kebanyakan Madrasah lainnya yang libur pada hari Minggu.Menurut Jumanah,hari libur itu di lakukan secara turun temurun dari generasi guru & Kyai terdahulu atau sudah diterapkan sejak Madrasah berdiri pada 1926 lalu.
(Di kutip dari Radar Mojokerto,11 April 2018).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label : KEGIATAN