MOJOKERTO KOTA-keberadaan etnis Tionghoa di Mojokerto sudah terjadi sejak lama.,bahkan sudah berlangsung beberapa abad yang lalu.Kedatangannya bermula dari jalur perdagangan.Dengan rentang masa yang lama itu pula,mereka turut serta membawa agama,tradisi,& budayanya.Sehingga terjadi alkulturasi dengan lingkungan masyarakat di sekitar mereka menetap.Sejarawan Mojokerto Ayyuhannafiq menjelaskan,sebagai pendatang sebagian besar warga Tionghoa berdagang bahan pokok & barang pecah belah.Karena pekerjaannya itu,mereka hampir selalu bermukim didekat pusat perdagangan atau pasar."Sebab rata-rata warga Tionghoa menjadi pedagang,"terangnya.Di Mojokerto,pasar utama pada masa lalu adalah Pasar Pelabuhan.Lokasinya berada di dekat Sungai Brantas.Sebab,kala itu pengiriman barang maupun transportasi lazim menggunakan jalur air.Pasar tersebut berada di sekitar Jalan Hayam Wuruk,tepatnya didepan rumah dinas Wali Kota Mojokerto."Pasar Pelabuhan dulu juga di kenal dengan Pasar Pahing,"terangnya.Diperkirakan,pusat perdagangan itulah yang kemudian menjadi jalur masuknya perdagangan itulah yang kedatangan warga Tionghoa di Mojokerto."Perlahan,populasi orang Tonghoa terus bertambah saat munculnya industri gula di Mojokerto,"ujarnya.Mulai 1830-an,mulai dibangun pabrik gula disejumlah wilayah di Mojokerto.Dia mengatakan,sejak saat itu,warga Tionghoa terus berdatangan.Pada 1880-an,di sejumlah wilayah di Mojokerto.Dia mengatakan,sejak saat itu warga Tionghoa terus berdatangan.Pada 1880-an pemerintah kolonial mengeluarkan kebijakan dengan membatasi orang asing untuk tinggal disembarang tempat.Salah satunya diberlakukan bagi Etnis Tionghoa."Sesuai kebijakan politik kolonial saat itu,mereka ditempatkan pada kawasan khusus yang dikenal sebagai Pecinan,"paparnya.Di wilayah Kota,kawasan Pecinan itu ditempatkan di Kediristraat atau kini bernama Jalan Majapahit.Tidak lama,kawasan itu berkembang & menjadi pusat perdagangan terbesar di Mojokerto.Selain perniagaan,pemerintah juga membangun Pasar Tradisional yaitu Pasar Kliwon.Yuhan menambahkan,semakin besarnya jumlah komunitas peranakan Tionghoa,maka diangkat seorang pemimpin dengan pangkat Kapten Tituler.bahkan,berdasarkan hasil sensus penduduk pada 1930-an,populasinya meningkat dengan mencapai 10% dari penduduk kota."Jika ada keperluan luar wilayah,orang Cina harus melapor dulu ke kapten untuk mendapat surat izin melintas,"tandasnya.Namun,seiring berjalannya waktu,surat izin yang disebut surat pass itu ditiadakan.dan tidak ada lagi pembatasan wilayah tempat tinggal,sehingga warga Tionghoa diperbolehkan untuk tinggal di luar kawasan Pecinan.Meski demikian,mereka harus tetap mengurus izin tinggal.Dengan dibukanya keran pembatasan itu,maka penyebaran etnis Tionghoa Mojokerto mulai meluas.Yuhan mengatakan,sekitar tahun 1910-an,sebagian diantaranya sudah bermukim di Mojosari & Pugeran,Kecamatan Gondang.Sama seperti kedatangannya pada awal masuk Mojokerto,mayoritas tetap menjadi pedagang & tinggal di daerah pusat perdagangan.Menurutnya,migrasi dilakukan karena semakin padatnya kawasan Pecinan yang ada di Jalan Majapahit.Di sisi lain,alasan perpindahan juga semakin berkembangnya pusat ekonomi didaerah.Itu sering bertambahnya pembangunan industri gula.Yuhan menyebutkan,sedikitnya ada 12 pabrik yang tersebar d Mojokerto.
======================Butuh Tempat Ibadah,Bangun Klenteng=======================
Sementara itu,keberadaan masyarakat Etnis Tionghoa selalu ditandai dengan adanya tempat ibadah.Di Mojokerto,Tempat Ibadah Tri Dharma/TITD Hok Sian Kiong merupakan Kelenteng tertua.Didirikan pada tahun 1823.Memurutnya,usia tersebut berdekatan dengan terbentuknya Kota Mojokerto yang mulai dibangun tahun 1838 oleh Pemerintah Kolonial Belanda."Kelenteng itu dibangun tepat di jalur yang menghubungkan dengan Pasar Pelabuhan,"ujarnya.Pasar Pelabuhan merupakan salah satu yang akses keluar masuknya etnis Tionghoa ke Mojokerto melalui jalur perdagangan.Dibangunnya rumah ibadah itu tidak lepas dari kebutuhan tempat sembahyang.Yuhan mengatakan,awalnya kelenteng didirikan dibekas gudang Sentanan Kidul atau sekarang Jalan kapten Pierre Tendean.Sekitar 51 tahun kemudian,pada 1874 kelenteng di pindah ke Jalan PB Sudirman hingga sekarang.Pada masa orde baru,nama Kelenteng lebih dikenal dengan sebutan TITD.Perubahan nama itu dilakukan karena agama Khonghucu belum diakui pemerintah pada saat itu."Sedangkan mayoritas Etnis Tionghoa yang menganut 3 ajaran agama,"terangnya.Dijelaskannya,nama Hok Sian Kiong bermakna rumah ibadah yang memberi kesejahteraan & kemujuran dalam kehidupannya..Dalam keyakinan warga Tionghoa,tuan rumah dalam kelenteg tersebut adalah Dewi Ma Co.Dewi Ma Co dianggap sebagai pemberi rezeki.Oleh karena itu,didalam kelenteng Hok Sian Kiong ditempatkan patung Dewi Ma Co atau Dewi Air yang dipercaya sebagai pelindung."Oleh karena itu,pintu kelenteng dibangun dengan menghadap langsung ke air Sungai Brantas,"ulasnya.Selain berdasarkan kepercayaan hongsui,alasan menghadap utara juga mengarah ke Negeri Tiongkok tanah kelahiran nenek moyang serta asal ajaran Khonghucu.Pendirian Kelenteng juga di lakukan di Mojosari.TITD Hiap Thian Kiong yang letaknya berada di Jalan Gajah Mada.Dibangunnya rumah ibadah itu juga dilakukan pedagang Etnis Tionghoa yang tersebar disekitarnya.Kecamatan kecil itu menjadi salah satu lokasi strategis sebagai pusat perdagangan di Kabupaten Mojokerto.Selain itu terdapat pasar tradisional,juga terdapat pabrik gula Mojosari.Ketua TITD Hiap Tian Kiong Santuso,mengungkapkan,dibangunnya Kelenteng Hiap Tian Kiong Mojosari merupakan inisiasi para pedangang Etnis Tionghoa di Mojosari.Rumah ibadah itu dibangun pada kisaran tahun 1897 atau selisih 74 tahun dari pendirian TITD Hok Sian Kiong."Saat itu,umat Khonghucu & Buddha kalau mau ibadah jauh.Sehingga didirikan kelenteng di Mojosari ,"paparnya.Tuan rumah dalam kelenteng tersebut adalah Dewa Kwan Kong.Setiap jelang tahun baru imlek seperti saat ini,seluruh umat melakukan kerja bakti untuk membersihkan patung atau rupang Dewa-Dewi.Pembangunan TITD Hiap Tihian Kiong Mojosari identik dengan bangunan kelenteng lainnya.Sebab,ujar Santuso,lokasi berdirinya kelenteng rata-rata dibangun di simpang 3."Supaya pandangannya bisa lapang,"pungkasnya.(Di kutip dari Head Line Radar Mojokerto,Jawa Pos,4 Februari 2019).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar