Kamis, 18 Oktober 2018

MOJOKERTO PUNYA CERITA:Christeljk Holands Chinesse (HCS) Mojokerto,Sekolah Khusus Keturunan Belanda dan Etnis Tionghoa.

Sistem pendidikan pada zaman kolonial dibagi menjadi beberapa jenis sekolah.Penggolongan tersebut berdasarkan segmentasi siswa yang diterima,ada sejumlah lembaga yang mewarnai sejarah dunia pendidikan di Kota Mojokerto seperti Europsche Lerge School (ELS) yang menerima siswa dari orang Eropa & keturunan priyayi namun ada juga sekolah yang juga cukup dipandang lala itu.Lembaga tersebut adalah Christelijk Holland Chinessche Scholl (HCS) atau sekolah Cina-Belanda.Sesuai namanya,HCS merupakan lembaga sekolah yang diperuntukkan khusus bagi warga etnis Tionghoa & Belanda atau Eropa.Warga non-pribumi itu mengawali pendidikan di HSC sebelum melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi di kota besar.Kini sekolah itu menang telah tutup tetapi jejak & sisa bagunannya masih ada.Sejarawan Mojokerto Ayyuhannafiq mengungkapkan,meski menempelkan nama China,tetapi kurikulum yang diterapkan tidak berbeda dengan sekolah bentukan Belanda lainnya,tak ada mata pelajaran khusus maupun pengajaran tentang bahasa maupun budaya dari negeri Tirai Bambu."Bahasa pengantarnya memakai bahasa Belanda demikian juga dengan gurunya yang mayoritas orang Belanda atau Eropa,"ujarnya.Di masa lalu,jumlah penduduk Etnis Tionghoa tergolong besar,setidaknya popularitasnya berkisar 10% lebih dari total jumlah penduduk di Kota Mojokerto.Menurutnya,dalam strata sosial warga Tionghoa digolongkan dalam kelas Timur Asing.Dengan begitu,mereka mendapatkan perlakuan berbeda dengan kelas sosial pribumi yang cenderung memilih strata maupun pranata hukum yang lebih rendah."Timur Asing ikut aturan hukum yang sama dengan golongan Eropa,"paparnya.Mengingat cukup banyaknya masyarakat keturunan Tionghoa tersebut,pada tahun 1924,HCS kemudian didirikan di Mojokerto.Gedung lembaga pendidikan itu terletak di jalan Stasiun atau yang kini menjadi jalan Bhayangkara,Kota Mojokerto.Lokasi tempatnya kini ditempati oleh Mako Polresta Mojokerto."Siswa yang belajar di HCS berasal dari seluruh penjuru Mojokerto & sekitarnya,"paparnya.Pendirian HSC Kota Mojokerto merupakan inisiatif Nederlands Zending Genootschap (NZG) atau Perkumpulan Zending Belanda.Perkumpulan tersebut memiliki perwakilan di Segaran,Desa/Kecamatan Dlanggu,Kabupaten Mojokerto yang kemudian pusat kedudkannya berpindah di ke Kota Mojokerto.Pendirian HSC merupakan pelengkap dari fasilitas pendidikan bagi penganut Kristen di Mojokerto.Sebelum HCS,NZG sudah didirikan terlebih dulu sekolah pribumi bernama Christelijk Holland Inlandisch Scholl (HIS) Kristen di Kecamatan Mojowarno yang dulu masih masuk dalam wilayah Mojokerto."Meski sama pengelola tetapi HCS & HIS itu memiliki pangsa pasar siswa berbeda,"ujarnya.Dia memaparkan,mayoritas siswa Chistelijk HCS adalah warga China peranakan dengan strata ekonomi menengah ke atas.Selain sekolah di HCS,para keturunan Tionghoa juga belajar ke Tionh Hwa Hwee Kwan (THHK) yang lebih dulu berdiri pada tahun 1907.THHK sendiri berada di bawah naungan perkumpulan China Mojokerto.

                                                 *Sempat Di Jadikan Markas Pejuang Revolusi*
Sementara itu,keberadaan HCS menimbulkan persaingan bagi sekolah Etnis Tionghoa lainnya.Pasalnya,HCS Mojokerto ternyata mendapatkan sambutan yang luar biasa.Banyak orang Tionghoa yang memilih masuk ke HCS dibandingkan dengan THHK."Sehingga THHK mengalami penurunan animo & lembaga tersebut sampai membuat kebijakan menggariskan biaya sekolah,"tambah Yuhan.Meski demikian,program sekolah gratis itu rupanya tidak cukup untuk mengerek siswa yang masuk ke THHK.Sebagian besar keturunan Tionghoa justru lebih memilih masuk ke HCS."Pilihan itu cukup logis,karena lulusan HCS bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi,"papar Ketua KPU Kabupaten Mojokerto ini.Akan tetapi,kondisi itu tudak berlangsung lama,sebab sekolah HCS sempat berhenti operasi ketika terjadi revolusi kemerdekaan.Yuhan menyebutkan,saat itu gedung HCS digunakan sebagai asrama para pejuang sebagaimana gedung lainnya.Setelah Mojokerto berhasil direbut Belanda,HCS kemudian diaktifkan kembali,kendati begitu tidak lama pasca kembali beroperasi lembaga tersebut kemudian ditutup lagi setelah Mojokerto dikembalikan pada Republik.Yuhan memaparkan,sekitar awal Desember 1945,gedung HCS digunakan sebagai Markas Komando Distrik Militer (KDM) Mojokerto yang dipimpin oleh Mayor Isa Idris.Keberadaan KDM itu juga tidak lama.sebab Isa Idris di tarik ke Surabaya & Komandan KDM diserahkan kepada Mayor Mansyur Solichin yang bermarkas di bangunan yang sekarang menjadi milik salah satu diler motor.Dan kemudian,gedung HCS dipakai oleh Kepolisian Mojokerto hingga sekarang."Maka tidak heran bila melihat banyak ruangan kerja di kantor Polresta Mojokerto seperti ruang kelas,karena di sana HCS Mojokerto pernah ada"pungkasnya.(Dikutip Radar Mojokerto,18 Oktober 2018).

1 komentar:

  1. Masih aktif kah??
    Saya ada pertanyaan artikel di atas..
    Bisakah berkomunikasi via WA,

    BalasHapus

Label : KEGIATAN