Senin, 02 April 2018

Efek Temuan Cacing Di Ikan Makerel Kaleng,Usaha Pengalengan Ikan Oleng.

Bisnis makanan olahan memang beresiko tinggi.Selain kompetisi ketat di pasar,kualitas & keamanan produk sensitif dengan informasi di publik.kalangan pengusaha pengalengan ikan kini merasakan betul situasi tersebut.Temuan Bandan Pengawas Obat & Makanan (BPOM) tentang adanya 27 merek produk ikan makarel dalam kaleng yang berparasit cacing & instruksi penarikan dari pasar memukul usaha pengalengan ikan.Itu adalah kasus pertama yang mereka alami & mereka pun meminta adanya tindakan bijaksana dari pemerintah.Ketua Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (Apiki) Adi Surya menyatakan,selama bertahun-tahun menjalankan bisnis peengalengan ikan,belum pernah ada keluhan ataupun resiko kesehatan akibat konsumsi ikan kalengan tersebut."Pertyanyaan kami,apakah ini sudah masuk tahap bahaya sehingga harus di musnahkan?ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (31/3).Dalam proses produksi sendiri,ungkap Ady,sudah ada management resiko nika salah satu bahan ikan mengandung cacing karena itu,disiapkan 2 lapis proses yang akan memastikan matinya cacing Anisakis.
-Yang pertama adalah pemrosesan bahan baku.Ikan yang didapat akan dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan bersuhu di bawah (minus) 20 derajat celcius.Menurut penelitian ilmiah,cacing anisakis akan akan mati dalam suhu serendah itu.Tidak cukup sampai di situ,bahan mentah akan memasuki proses pemanasan.Ikan akan di panaskan dalam suhu 121 derajat celcius.Padahal,dalam suhu 60 derajat celcius saja,cacing akan mati.Closingnya adalah strelisasi.Ady menjamin anggota-anggota Apiki sangat ketat dalam jaminan mutu & keamanan pangan terbukti dengan berbagai lisensi yang dikantongi mulai sertifikat halal MUI,kewajiban standarisasi SNI,MD dari BPOM,serta dari International Standard Organization (ISO).Ady mengaku siap membuktikan komitmennya jika pemerintah mau duduk bersama mempertemukan Apiki dengan Kementerian Pembina (KKP & Kementerian Perindustrian),Kemendag,seeta tentu saja BPOM.

*Parasit cacing
Meskipun pengusaha sudah meyakinkan bahwa produknya aman di konsumsi,keberadaan parasit di produk ikan makerel kalengan tetap membuat konsumen jijik & menolak konsumsi.Setiawan Koesdarto.pengajar di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya menerangkan bahwa produk-produk yang beredar di masyarakat semestinya sudah bebas dari kontaminan. baik itu kontaminan fisik,biologis,maupun kimia.Jika memang ikan mekerel yang diolah mengandung kontaminan,dalam hal ini cacing seharusnya produsen lebih siap mengetahui saat persiapan sebab sebelum ikan diolah untuk dikalengkan,dilakukan sortasi & penyiangan,yakni ikan yang berkualitas dipilih,kemudian diolah.Dalam tahap itu sisik ikan di bersihkan lalu di pisahkan kepala,isi perut & ekornya."Dalam tahap ini bisa dilakukan sampling untuk melihat kelayakan calon ikan yang akan diolah,"lanjut profesor yang concern di bidang pasatitologi veteriner tersebut.Sementara itu,mantan Kepala Balai Bimbingan & Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) Sunarya menjelaskan bahwa infeksi cacing pada mamalia laut bersifat insidental & tidak selamanya terjadi.Cacing anisakis pun hanya menghuni perairan-perairan tertentu."Biasanya Laut Cina Selatan,makanya setiap ikan yang ditangkap dari sana ya diolah di pabrik manapun tetap ada cacingnya,"ungkap dia.Lantaran merupakan parasit alami,sangat susah membersihkan maupun menghindarinya sama sekali.Karena itu,sebut Sunarya otoritas perikanan Eropa memperbolehkan penemuan cacing pada ikan tangkapan dengan toleransi jumlah tertentu."Setiap 2 atau 3 cacing yang ditemuakn di 3,3 kilogram,maka masih boleh dijual,"katanya.Pakar Tekhnoligi & Pemrosesan makanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Purwiyatno Hariyadi menambahkan bahwa cacing anisakis pada dasarnya tidak berbahaya jika sudah di pastikan mati.Standar pemanasan stretilisasi komersial,jelas dia telah cukup menjamin matinya cacing & mikroorganisme lain.Anisakis akan mati pada suhu pemanasan 65 derajat celcius atau didinginkan pada suhu minus 35 deraajat celcius."Sementara di pabrik-pabrik itu dipanaskan sampai 121 deajat celccius,"terangnya.

*Impor naik
Ikan mekerel dalam kaleng teermasuk jenis makanan yang di gemari di tanah air sehingga menjadi salah satu komoditas utama impor produk perikanan oleh Indonesia.Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) seeta Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP) sepanjang tahun 2017 impor ikan mencapai USD 93,83 juta (sekitar Rp.1,2 Triliun).Jumlah itu melonjak signifikan dibanding realisasi impor pada 2016 yang sebesar USD 56 juta.Ikan yang biasa hidup di laut dalam tersebut bukan jenis ikan tropikal sehingga tidak ada di laut wilayah Indonesia.Sumber utama pasokan impor mekerel dari Tiongkok.Berdasar data GLOBEFISH yang di keluarkan Food & Agricultural Organisation (FAO) pada 28 Maret 2018,Tiongkok tercatat mengekspor 45.100 ton ikan makerel ke Indonesia sepanjang Januari hingga Sepember 2017.data itu juga menyebutkan bahwa Indonesia adalah pasar expor terbesar makerel bagi Tiongkok.Di urutan kedua,ada Filipina yang menyerap ikan mekerel dari Tiongkok sebanyak 40.600 ton,berikutnya Thailand dengan 15.400 ton.Yang menarik,mayoritas ikan mekerel yang di eksport Tiongkok ke Indonesia berasal dari Norwegia.Negara Skandinavia itu memang produsen utama ikan mekerel dunia.Sepanjang Januari-September 2017,Norwegia mengekspor 129.600 ton ikan mekerel yang mayoritas di serap Tiongkok.Artinya,pada saat bersamaan Tiongkok menjadi pengimpor ikan mekerel terbesar dari Norwegia sekaligus eksportir terbesar di kawasan Asia Tenggara.Dengan demikian,meski secara statistik ikan mekerel yang diolah di Indonesia berasl dari Tiongkok.mayoritas ikan itu berasal dari Norwegia.Sementara itu,Kasatgas Pangan Polri Irjen Setyo Wasisto menuturkan,penarikan ikan mekerel kalengan bercacing tersebut tentu tidak bisa dilakukan BPOM sendiri.Bila dimintai bantuan,Polri siap untuk terjun membantu memastikan penarikan telah dilakukan,"Utamanya di daerah-daerah pelosok,'ujarnya.Bukan hanya satgas Pangan Polri,setiap satuan wilayah,misalnya Kapolres juga akan membantu.Styo menambahkan,setiap Kapolres juga bisa menerjunkan semua anggota bersama BPOM untuk mendeteksi penarikan sudah 100 persen atau belum."Jangan masih ada yang di perjual belikan,masyarakat yang terancam,"tegasnya.(Di kutip dari Jawa Pos,cerita Minggu,1 April 2018).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label : KEGIATAN