Kamis, 25 Juli 2019
MOJOKERTO PUNYA CERITA:KANAL KEDUNGSORO DIKORBANKAN,JEMBATAN TERUSAN PUTUS.
Keputusan pembangunan tanggul di Sungai Brantas pada akhir abad 19 dinilai cukup berhasil membendung banjir di Kota Mojokerto.Air yang biasanya menggenang saat musim hujan sudah teratasi.Terutama yang disebabkan dari sungai-sungai besar yang berada melintas di sekitar wilayah kota.Sejarawan Mojokerto Ayuhanafiq,menjelaskan,setiap upaya menangkal banjir itu bertahan hingga masa revolusi.Sebab,pada akhir tahun 1958,bencana banjir besar kembali terjadi di Kota Mojokerto.Menurutnya,kondisi itu disebabkan karena tingginya intensitas hujan.Khususnya yang turun di kawasan Gunung Anjasmoro.Derasnya air tidak lagi tertampung oleh Sungai Boro."Pada saat yang sama,dari lereng Welirang juga mengirim air ke Sungai Pikatan"terangnya.Kondisi itu diperparah terjadinya pendangkalan di Sungai Brantas yang mengakibatkan permukaan air menjadi lebih cepat meninggi.Tingginya volume air tersebut membuat banjir tidak bisa dibendung"Kondisi paling parah menimpa daerah Sooko menjalar ke kota"paparnya.Bahkan,air juga meluber kesebagian wilayah di Kecamatan Trowulan dan Puri.Banjir itu meredam sebagian wilayah Mojokerto selama berhari-hari.Yuhan menyebutkan,untuk masalah terpaksa volume air Sungai Brantas harus dikurangi dengan membuka pintu air di Mlirip dan Rolak Songo.Tetapi,upaya itu urung dilakukan karena bisa berdampak wilayah Surabaya dan Sidoarjo yang akan terendam.Alternatif adalah membuang air ke utara Sungai Brantas.Kanal Kedungsoro kemudian dikorbankan untuk menyelamatkan Kota Mojokerto."Sungai buatan Belanda itu dibuka seluruhnya.Sehingga wilayah Kemlagi dan Gedeg tergenang air berhari-hari"tandas pak Yuhan.Setelah itu,pemerintah kemudian mengizinkan pengambilan pasir di Sungai Brantas.Upaya tersebut dimaksukkan agar volume pasir yang menyebabkan sedimentasi dapat teratasi.Akan tetapi,penambangan pasir kian lama semakin merajalela.Yuhan menyebutkan,penambangan menggunakan pompa penyedot pasir ditempatkan pada ponton di tengah sungai.Walhasil,dengan cepat ribuan kubik pasir bisa diangkut truk dalam sekejab.Pasir yang menjadi penopang fondasi jembatan trus tergerus."Fondasi jembatan menjadi mengantung dan pada akhirnya putus pada bagian tengahnya"tandasnya.Dengan demikian,nasib jalur utama yang menghubungkan wilayah Kota Mojokerto dan wilayah utara Kabupaten Mojokerto itu berakhir.Akses untuk menyeberang Sungai Brantas digantikan dengan dibuat jembatan baru yang dibangun di sisi barat jembatan lama.Namun,jalur penghubung tersebut tidak lagi menjadi jalur utama setelah dibangunnya Jembatan Gajah Mada dan jalur bypass Mojokerto.(Dikutip Radar Mojokerto,25 Juli 2019).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar