"Hampir semua perempuan,pernah mengalami kekerasan seksual,& hampir semua perempuan mengenal seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual" Vagina Monologue,Eve Ensler.
Kutipan yang saya baca dari Kajian Budaya Feminis : Tubuh,Sastra & Budaya Pop (Prabasmoro : 2006:78) itu menghentak saya ke lorong masa lalu yang sungguh mati tak ingin saya kenal."Apa lacur.....,"kenangan itu seketika datang ketika saya menemukan kutipan itu & memantik kemarahan yang tak kunjung hilang hingga kini.Perempuan,kerap kali tumbuh bersama dengan pengetahuan atau pengalaman hasil konstruksi sosial yang seolah-olah merupakan kebenaran utamanya hal-hal yang berhubungan dengan tubuhnya.Misalnya,banyak perempuan tidak tahu bahwa ketika tubuhnya menjadi objek hal itu bukanlah sesuatu yang wajar walaupun kadang-kadang di kemas dalam bentuk pujian.Baru-baru ini saya mengikuti sebuah training tentang upaya meningkatkan kinerja karyawan dari seorang motivator nasional.Di forum tersebut sang motivator memanggil-manggil salah satu perserta perempuan yang bertubuh besar."Mbak yang badannya seperti gapura itu..wah..ini pasti jadi andalan kampus,ya?".Di kesempatan berikutnya ia berkata lagi:"Ada yang punya pengalaman seperti saya?Oh,Mbak yang berjilbab yang cantik.Sudah dari tadi saya lihat terus ini Mbak-nya,Alhamdulillah rezeki saya tahu namanya..".Di kesempatan lain,dalam forum rapat seorang pimpinan bertanya kepada salah satu anak buahnya "Wah..ini Mbak xxx makin cantik saja.Saya juag mau nih duduk dekat-dekat.Apa yang saya contohkan itu,sebenarnya juga masuk dalam kategori pelecehan terhadap perempuan & tubuh perempuan.Hanya saja di balut guyonan atau pujian,sehingga perempuan yang jadi objek jangankan marah,acap kali malah merasa tersanjung.Ketiak hal ini di biarkan,maka bukan tidak mungkin akan berlanjut sampai pada pelecehan yang lebih berat misalnya,mencolek,meraba atau berkata-kata yang tidak senonoh.Di luar kondisi itu,ada banyak pelecehan seksual yang diterima oleh perempuan.Dijalanan,di ruang-runag kerja,di kendaraan umum,bahkan media sosial.tak jarang,pelecehan bahkan di lakukan secara terang-terangan di depan orang lain,terutama jika pelaku memiliki kekuasaan & status sosial yang dianggap lebih tinggi daripada korban.Pelecehan seksual seperti di katakan oleh Endah Triwijati dari Savy Amira,merupakan perilaku yang bersifat seksual yang tidak diinginkan & tidak dikehendaki oleh penerima atau korban di mana perilaku ini berakibat seksual yang tidak diinginkan & tidak dikehendaki oleh penerina atau korban di mana pelaku ini berakibat menganggu diri si korban.Bentuk-bentuk perilaku yang dapat di golongkan sebagai tindakan pelecehan seksual adalah pemaksaan melakukan kegiatan seksual,pernyataan merendahkan yang berorientasi seksual atau seksualitas,lelucon yang berorientasi seksual,permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku & juga ucapan & perilaku yang berkonotasi seksual,baik tindakan-tindakan yang tersebut dapat di sampaikan secara langsung maupun tidak langsung.Telah banyak upaya di lakukan untuk menhentikan perilaku buruk ini.namun,di tataran empiris fakta memperlihatkan bahwa tindakan pelecehan seksual baik dalam tataran ringan sampai yang berat masih banyak terjadi.Bahkan,belakangan perilaku tersebut justru mengarah bukan saja kepada perempuan tetapi juga anak-anak.Dalam kondisi seperti ini,kepekaaan orang tua & pendampingan orang tua kepada anak-anak adalah sebuah keniscayaan.Pelecehan seksual bahkan bisa terjadi dari anak-anak kepada anak-anak lainnya karena kekurangtahuan mereka & lemahnya pengawasan orang tua.Dalam konteks ini,internet/games & media sosial adalah beerapa faktor yang turut mempermudah akses anak-anak terhadap konten-konten yang seharusnya tidak mereka konsumsi.Pelecehan seksual kepada siapapun,terutama perempuan & anak-anak,adalah salah satu bahaya laten yang berdampak serius & berjangka panjang.Sekecil apapun bentuk pelecehan yang dilakukan memiliki potensi menciptakan peelaku yang baru___yakni si korban___yang pada akhirnya menjadi mata rantai kekerasan seksual yang tiada habisnya.
#Mulai dari sekarang,mulai dari diri sendiri#
Dengan kondisis semacam itu,apa yang bisa kita lakukan?Cara termudah adalah memulainya dari diri sendiri.Apa yang kita lakukan jika menerima perlakuan yang tidak termasuk pelecehan seksual?Dalam situasi di dunia kerja,saya selalu mendorong teman-teman di kantor untuk langsung memprotes atasannya saat menerima perlakuan yang tidak senonoh.Walaupun tindakan yang dilakukan sebatas memegang pundak atau mengusap punggung.Karena hal itu sering terjadi awal mulai terjadinya pelecehan seksual ketika si korban mendiamkannya.Dengan menegurnya pimpinan kita akan tahu bahwa kita menyadari perilakunya & kita berani mengatakan keberatan kita.Ini bukan hal yang mudah,& karenanya membutuhkan dukungan dari orang lain di sekitar kita.Kepada anak-anak,kita perlu membisakan mengecek konten-konten yang mereka akses di internet,koneksi mereka di media sosial,& konten-konten yang mereka unduh.Dalam beberapa kasus,saya melihat akses mereka terhadap situs-situs gambar,atau video yang justru bersumber dari gadget/gawai milik orang tuanya.Kebiasaan mereka mengakses konten-konten pornografi merupakan salah satu bagian yang menstimulasi perilaku seksual yang tidak semestinya,karena belum adanya kemampuan mengendalikan diri yang ternyata dalam banyak kasus juga tidak di miliki oleh orang dewasa dari (Di kutip dari Radar Mojokerto,22 Maret 2018).
*Penulis adalah Pengamat Media & Dosen Ilmu Komunikasi Stikosa,AWS,Surabaya.(Ibu Suprihatin)..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar